Al-Amien Prenduan, Sebuah Lembaga Pendidikan Pencetak Insan Mundzirul Qoum
Alhamdulillah Pada kesempatan kali ini penulis akan menyajikan topik pendidikan, yang akan membahas tentang sejarah pondok pesantren Al-Amien Prenduan. Penulis sendiri merupakan seorang alumnus TMI Al-Amien Prenduan yang lulus pada tahun 2004 M, setelah menyelesaikan studinya selama 6 tahun.
Sejarah Pondok Pesantren Al-Amien
Pondok Pesantren Al-Amien terletak di desa Prenduan yang masuk ke kabupaten Sumenep yang merupakan kabupaten terujung dari pulau Madura. Diceritakan sejarah Pondok Pesantren Al-Amien tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan agama Islam yang berkembang di desa Prenduan.
Kiyai Chotib merupakan pengembang awal pendidikan di Prenduan yang juga mengembangkan agama Islam di desa tersebut (Prenduan). Usaha ini sebenarnya merupakan kelanjutan usaha dari adik iparnya yaitu Kiyai Syarqowi yang hijrah ke Guluk-Guluk setelah menikahkan Kiyai Chotib dengan seorang gadis asli Prenduan yang bernama Aisyah yang kemudian terkenal dengan Nyai Robbani.
Pada awal abad ke-20 Kiyai Chotib mendirikan sebuah langgar kecil yang diberi nama Congkop (bangunan kecil yang berbentuk persegi semacam joglo), yang oleh masyarakat setempat dikenal dengan pesantren Congkop. Pesantren ini berdiri diatas tanah gersang yang dikelilingi oleh pemakaman umum di desa prenduan.
Sejak berdirinya pesantren Congkop banyak pemuda (masyarakat) yang berdatangan untuk belajar karena haus akan ilmu pengetahuan agama Islam. Pesantren Congkop pun semakin terkenal dan inilah sebenarnya cikal bakal pondok pesantren Al-Amien Prenduan sekarang, dan Kiyai Chotib sendiri oleh generasi setelahnya ditetapkan sebagai perintisnya.
Namun sayang, sebelum pesantren ini berkembang lebih jauh lagi sudah ditinggalkan wafat oleh Kiyai Chotib pada tanggal 7 Jumadil Akhir 1349 H. / 2 Agustus 1930 M. Setelah kewafatan Kiyai Chotib lambat laun pesantren ini kian meredup, namun masih ada pengajaran oleh Nyai Ramna selama beberapa tahun.
Namun, setelah kembalinya Kiyai Jauhari dari Makkah Al-Mukarromah (putra Kiyai Chotib yang ke-7), kegiatan keislaman mulai menggeliat kembali di desa Prenduan. Namun Kiyai Chotib tidak langsung membuka kembali pesantren seperti yang telah dirintis oleh ayahnya Kiyai Chotib. Beliau lebih mengedepankan pembinaan masyarakat Prenduan yang terpecah belah akibat urusan khilafiyah yang timbul dan berkembang ditengah-tengah mereka.
Setelah dirasa cukup membina kembali masyarakat setempat Kiyai Jauhari kemudian membuka lembaga pendidikan berupa madrasah yang diberi nama "Mathlabul Ulum". Lambat-laun madrasah Mathlabul Ulum terus berkembang sampai masa ketika pendudukan Belanda, jepang dan awal kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 an.
Dikisahkan Kiyai Jauhari sendiri pernah mendekam dipenjara selama 7 bulan pada masa penjajahan Belanda, namun madrasah Mathlabul Ulum tetap berjalan dengan normal dibawah asuhan murid-murid Kiyai Jauhari dan teman-teman beliau.
Karena semakin berkembangnya madrasah Mathlabul Ulum, dan semakin antusiasnya masyarakat, maka dibukalah cabang-cabang baru yang berjumlah 5 cabang di sekitaran desa Prenduan. Selain itu beliau juga mendirikan lembaga pendidikan khusus wanita yang diberi nama "Tarbiyatul Banat". Selain itu Kiyai Jauhari juga mempersiapkan kader-kader penerus yang berasal dari keluarganya dan masyarakat sekitar kurang 20 an kader beliau persiapkan.
Periode Pengembangan Pesantren
Pada akhir tahun 1951 an, Kiyai Jauhari membangun kembali pesantren Congkop yang pernah mengalami keredupan sepeninggal Kiyai Chotib. Dengan semangat yang tinggi dan didorong oleh keinginan untuk menghidupkan kembali cita-cita ayahandanya, pesantren Congkop pun di akhirnya bisa eksis kembali.
Adapun usaha beliau yang pertama kali dilakukan adalah dengan mendirikan sebuah langgar kecil atau musholla sebagai pusat kegiatan keagamaan para santri dan ikhwan tijani. Setahun kemudian dengan upacara yang sangat sederhana tepatnya pada tanggal 10 November 1952 yang bertepatan dengan 09 Dzul Hijjah 1371, Kiyai Jauhari meresmikan pondok pesantren yang diberi nama "Pondok Tegal'. Dan tanggal yang bersejarah itulah oleh generasi penerusnya ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Pondok Pesantren Al-Amien.
Materi keagamaan di Pondok Tegal lebih mendalami penanaman bidang akidah, akhlak, dan tasawwuf. Selain itu diajarkan juga bidang ilmu alat seperti Nahwu dan Shorrof.
Selanjutnya beliau membuka Madrasah Wajib Belajar (MWB) di Pondok Tegal pada tahun 1959. Selain itu juga beliau jadikan Mathlabul Ulum sebagai madrasah diniyyah dan diberi nama madrasah Mathlabul Ulum Diniyyah (MUD) yang pengajarannya dilakukan pada sore hari hingga kini.
Yayasan
1. Yayasan Al-Amien Prenduan (YAP)
- Sekretariat
- Biro Dakwah
- Biro Pendidikan dan pembudayaan
- Biro Alumni dan Kaderisasi
- Biro Ekonomi dan Sarana
- Pusdilam (Pusat studi Islam)
2. Yayasan Rumah Sakit Islam Al-Amien Prenduan (YRSIA)
3. Lembaga Pendidikan
Saat ini Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan memiliki 6 lembaga pendidikan, sebagai berikut :
- Pondok Tegal
- TMI (Tarbiyatul Muallimin Al-Islamiyah)
- Pondok Putri 1
- Universitas Al-Amien Prenduan
- MTA (Ma'had Tahfidzil Al-Qur'an)
- Ma'had Salafy
- Semata-mata hanya untuk beribadah kepada Allah Swt dan mengharap ridhoNya (Tercermin dalam sikap tawadhu', tunduk dan patuh kepada Allah Swt tanpa reserve.
- Menginplementasikan fungsi khalifah Allah Swt di muka bumi (Tercermin dari sikap proaktif, inovatif dan kreatif).
Nilai-nilai Dasar
1. Keislaman
- Akidah, Syariah, Akhlaq
- Tradisi Keilmuan dan Kehikmahan, terutama pada zaman keemasan Islam
2. Keindonesiaan
- Pancasila dan UUD ‘45
- Undang-undang lainnya yang terkait
- Peraturan perundang-undangan yang berlaku
3. Kepesantrenan
- Pancajiwa Pesantren (Keikhlasan, Kesederhanaan, Persaudaraan.
- Kemandirian, Kebebasan.
- Sunnah-sunnah pesantren yang positif dan konstruktif.
- Falsafah “belajar untuk ibadah” (al-Ilham, an-Nafi’ dan al-Hikmah).
4. Kejuangan
- Al-Jihad, al-Ijtihad, al-Mujahadah
- Pengabdian terbaik, pengorbanan tanpa pamrih, kerja keras tak kenal lelah
- Perjuangan Li Izzil Islam wal Muslimien (sebagai rahmatan lil ‘alamin)
Panca Jiwa Pondok
- Jiwa keikhlasan lillahi ta’ala, sebagai cermin dari Tauhid dan Aqidah yang benar dan kokoh.
- Jiwa Kesederhanaan, yang tercermin qona’ah, menurut pengertiannya yang benar.
- Jiwa Kemandirian, dalam arti memiliki kepribadian yang utuh dan ideal, serta kepercayaan pada diri sendiri yang positif.
- Jiwa Ukhuwah Islamiyah, yang dilandasi oleh rasa diri satu, kebersamaan, persatuan, dan kesatuan.
- Jiwa Kebebasan atau kemerdekaan untuk berpikir, menentukan pilihan dan bersikap terhadap sebuah pilihan, atas dasar iman, ilmu dan akhlaq karimah.
Gabung dalam percakapan